Dalam mengasuh anak kita tidak bisa hanya terpaku pada kehendak pribadi. Meski anak adalah darah daging kita, mereka adalah individu yang memiliki kehendak, perasaan, dan cara berpikirnya sendiri.
Tidak semua hal bisa disampaikan secara langsung atau secara verbal oleh anak kepada orangtua. Bisa karena kemampuan komunikasinya yang masih terbatas, misalnya pada balita. Atau karena anak merasa enggan atau sengaja menutupi, biasanya terjadi pada remaja.
Pada balita, keterbatasan kemampuan dalam mengomunikasikan kehendak atau perasaannya sering berujung frustasi karena orangtua tak kunjung paham. Akibatnya, anak menjadi rewel atau tantrum. Namun, bukannya dipahami, seringkali orang tua justru terpancing amarahnya. Kasihan kan?
Pada anak yang lebih besar, masalahnya semakin kompleks (pertemanan, sekolah, perubahan hormon, dsb). Meski kemampuan komunikasinya sudah lebih baik daripada Balita, tidak serta merta membuat anak bisa mudah menyampaikan uneg-unegnya kepada orangtua. Mungkin karena minimnya waktu bersama orangtua, karena enggan, atau memang sengaja menutup-nutupi.
Jika hambatan komunikasi ini terjadi pada anak remaja, maka faktor resikonya jauh lebih besar. Mulai dari stress hingga terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Maka dari itu, kita sebagai orang tua perlu memiliki sikap peka dan responsif terhadap kehendak, dan perasaan anak. Bagaimana caranya? yuk simak tips berikut:
Daftar isi
1. Gunakan Insting Orang Tua
Sebagai orang tua tentu kita memiliki ikatan batin dengan anak, apalagi seorang ibu. Mengasah dan lebih menyadari adanya intuisi/insting tersebut akan membantu kita dalam memahami apa yang sedang dirasakan dan dialami oleh anak.
2. Jadilah Pendengar Yang Baik
Fokuskan perhatian seutuhnya ketika sedang bersama anak atau ketika anak sedang bercerita. Fokus dan mendengarkan dengan seksama akan memudahkan kita untuk menangkap maksud anak dan merasakan suasana batinnya.
3. Membaca Bahasa Tubuh Anak
Pada dasarnya manusia lebih banyak mengekspresikan perasaannya secara non-verbal (90%). Ekspresi non-verbal itu bisa berupa perubahan mimik, gerakan mata dan bahasa tubuh yang lain.
4. Pahami Tahapan Tumbuh Kembang Anak
Memahami perkembangan fisik dan kognitif anak, serta batas-batas kemampuannya dalam setiap periode usia, akan membuat kita lebih antisipatif sekaligus empati kepada anak. Sehingga kita lebih memahami mereka dan terhindar dari sikap menghakimi.
5. Perhatikan Rutinitas Anak
Setiap anak memiliki rutinitas atau kebiasaan tertentu (Khas). Misalnya anak kita biasanya sangat aktif dan ceria, tiba-tiba tampak murung dan tidak banyak bicara. Perubahan rutinitas perilaku seperti ini bisa menandakan ada sesuatu yang terjadi.